Senin, 21 Juli 2008

Album Kenangan: Acara Forum Demokrasi yang Dilarang (1992)


Kalau di televisi Indosiar pernah ada acara Tembang Kenangan, maka bolehlah foto-foto ini disebut Album Kenangan. Daripada rusak dimakan rayap dan berjamur, ya saya pasang aja di sini untuk kenang-kenangan he..he.he..

Apapun yang pernah kita alami, kita lakukan, tak mudah lenyap begitu saja. Ada suatu periode, di mana saya ikut aktif dalam suatu "perkumpulan" yang bernama Forum Demokrasi (FORDEM). Saya masih ingat, keterlibatan saya di kelompok ini adalah karena Rahman Tolleng, seorang aktivis politik senior yang baru saja berulang tahun ke-70 Juli 2008 lalu. Beliaulah yang mengajak saya untuk hadir dan aktif di acara-acara diskusi yang diselenggarakan Fordem, di sebuah rumah di Jl. Gondangdia, Jakarta Pusat. Saat itu Fordem juga baru saja dibentuk.

Singkat cerita, pada suatu hari di tahun 1992 (jadi jauh sebelum Reformasi), saya ditunjuk menjadi Ketua Panitia acara Halal Bihalal. Akhirnya kami memilih Taman Ismail Marzuki (TIM) sebagai tempat penyelenggaraan acara.

Melalui salah seorang rekan, kami mengajukan ijin ke pihak yang berwenang. Tapi ijin itu tak kunjung datang. Padahal gedung sudah saya pesan dan bayar. Teks pidato sudah diperbanyak. Undangan sudah dicetak dan diedarkan. Acara tak mungkin dibatalkan begitu saja.

Sore hari, sekitar pukul 16.00 Wib, saya merasa bahwa acara yang akan diselenggarakan nanti malam bakal mendapat masalah. Sebab sampai hari itu ijin tak kunjung datang. Lalu saya pergi menemui Rahman Tolleng di sebuah rumah di Jl. Jambu, Menteng, Jakarta Pusat. Tapi, pertemuan itu tak menghasilkan apa-apa, atau menghasilkan jalan keluar yang lain. Apa boleh buat, acara harus terus diselenggarakan.

Ketika hari mulai petang, sembari bersiap-siap untuk berangkat ke tempat acara, perasaan atau "firasat" bahwa kami akan mendapat masalah semakin mengental. Jantung semakin dag dig dug. Tapi saya berusaha tetap tenang. Saya lalu mandi, minum kopi, dan terus berusaha menenangkan hati. Saya putuskan untuk berangkat dari rumah agak telat. Akhirnya, setelah hati mulai tenang, saya pun berangkat menuju Taman Ismail Marzuki.

Benar saja, begitu saya memasuki halaman TIM, saya lihat banyak sekali petugas baik yang berpakaian dinas maupun tidak. Saya juga melihat tamu-tamu --sebagian besar adalah tokoh-tokoh nasional-- sudah cukup banyak yang datang.

Begitu saya turun dari kendaraan dan berjalan menuju tempat acara, salah seorang petugas yang mengenal saya dan tahu bahwa saya ketua panitianya, segera menunjuk ke arah saya: "Nah, itu dia orangnya!"

Maka saya pun segera "disambut" oleh beberapa petugas berpakain dinas dan preman. "Mohon maaf, apakah acara ini sudah ada ijinnya?" tanya salah seorang petugas kepada saya (padahal tentu dia tahu ya kalau acara itu memang tak ada ijinnya he.he..he.).

"Kami sih sudah mengajukan, Pak. Tapi sampai saat ini belum keluar," jawab saya.
"Wah, kalau begitu ya acara ini harus dibubarkan. Tidak boleh diteruskan," katanya.
"Dibubarkan bagaimana? Undangan sudah begini banyak yang datang?"
"Ya tetap harus dibubarkan..."

Akhirnya kami melakukan negosiasi di ruangan yang ada di bagian depan gedung tersebut. Mula-mula saya sendiri. Kemudian ditemani oleh Todung Mulya Lubis (Foto 1) dan menyusul kemudian Rocky Gerung beserta rekan-rekan lain.

Gagal. Kami tetap diminta untuk membubarkan acara. Saya menolak. "Kita tunggu Gus Dur saja dulu," kata saya.

Tak lama kemudian Gus Dur pun muncul. Saya katakan kepada beliau bahwa acara diminta untuk dibubarkan oleh petugas. Gus Dur akhirnya melakukan negosiasi dengan petugas tersebut. Juga gagal. Saya, Gus Dur, Mulya dan rekan lain meninggalkan ruangan (Foto 2). Kepada para petugas itu, Gus Dur sangat marah.

Setelah berunding singkat, kami memutuskan untuk "membubarkan diri". Gus Dur naik ke podium dan memberikan pernyataan. Makalah tetap dibagikan. Akhirnya acara pun dianggap selesai.

Acara formal memang batal, tetapi sebetulnya tujuan kami pun tercapai. Sebab pernyataan sudah kami bagikan. Di podium itu pun Gus Dur sudah mendapat waktu untuk mengeluarkan pernyataan, selain mengatakan bahwa acara terpaksa dibatalkan.

Melihat "kesuksesan" itu, masih di halaman gedung, secara bercanda Marsillam Simanjuntak berkata kepada saya: "You sudah menulis dengan tinta emas dalam perjuangan demokrasi.." Saya hanya tersenyum simpul. Saya tahu dia sedang bercanda.

Di kemudian hari, peristiwa itu sesekali menjadi guyonan di antara kami. Rahman Tolleng, misalnya, di tengah teman-teman lain meledek saya.

"Sore-sore dia datang ke tempat saya, lha apa dikira saya ini punya beking?" katanya sembari tertawa. "Kita aja kalau ditangkap nggak tahu mau minta tolong siapa...he..he.."

Ya, begitulah kenangan manis itu pernah kami lalui bersama teman-teman di Forum Demokrasi. Ada-ada saja ya.

7 komentar:

Jurnalisme dari Yogya mengatakan...

Senanglah punya kenangan dari masa orde baru. Kira-kira dimana sekarang sersan aparatus itu ya? Brengosmu tetap ciamik cak... Bisa ikut pilkada, sebab ada yang bisa dicoblos...

Kemala Atmojo mengatakan...

Terima kasih, Kang. Soal Pilkada, saya nggak ikut-ikutlah. Saya kan orang kecil. Jadi di pinggir saja, menyaksikan "Political Orgy" (pesta cabul politik) sambil senyum-senyum.

Sekadar info, pemberi komentar di atas adalah Tuan Ashadi Siregar yang kondang itu. Novel-novelnya pernah sangat popular, misalnya, Cintaku di Kampus Biru, Terminal Cinta Terakhir, Sunyi Nirmala, dan lain-lain.

Blog beliau juga menarik untuk dikunjungi.

Anonim mengatakan...

12694.....34855

Anonim mengatakan...

[url=http://ircnn.ru]IRC[/url] - многопользовательская учение общения, в которой люди общаются для специальных каналах либо лично. Каналы (channels) дозволительно сравнить со комнатами - Вы заходите для канал и впоследствии любая Ваша предложение может находиться услышана всеми, кто находится на том же канале - вне зависимости от того, который одиноко Ваш собеседник живет в Австралии, а второй - в Южной Африке. Присутствие необходимости Вы можете общаться сам - Ваше сообщение увидит только тот, кому Вы его послали.
Задержки при работе не превышают нескольких секунд благодаря тому, что Вашему компьютеру не требуется устанавливать десятки соединений с другими странами - достаточно подключиться к ближайшему IRC серверу. Сиречь легко выговаривать, использование IRC ограничено как Вашим воображением.

virdikaa mengatakan...

Mas kemala, Saya virdi mahasiswa sejarah UNJ sedang menulis skripsi tentang Fordem. saya disarankan oleh Rocky Gerunmg, tri agus, dan bondan gunawan untuk mewawancarai dan mengcopy seluruh dokumen Fordem.

virdika mengatakan...

ini kontak saya mas 0897 9680526 dan email virdirainhard@gmail.com
terimkasih

Ahmad Zaini mengatakan...

assalamualaikum. mas kemal saya ahmad zaini mahasiswa sejarah peradaban Islam UIN Sunan Ampel Surabaya,saya sedang menulis skirpsi tentang peran gus dur terhadap fordem. tetapi saya masih bingung terkait peran beliau,karena keterbatasan sumber.bolehkah saya wawancarai mas kemal? trimakasih