Sabtu, 24 Januari 2009
Majalah Lama: "Basis" Tahun 1958
Penerbit: Tak ada keterangan. Alamat Redaksi: Djalan Tjode No. 2, Jogjakarta. Pemimpin Redaksi: Prof. Dr. N. Drijarkara. Anggota Redaksi: R. Soekadija; Prof. R. Sukarta, Theol.Lic.; Prof. Dr. P. Zoetmulder. Sekretaris Redaksi: Th. Geldorp.
Seperti tertulis di majalahnya, ini adalah majalah bulanan untuk masalah kebudayaan umum. Isinya, tentu saja, berbagai pemikiran tentang kebudayaan. Ada juga puisi dan timbangan buku. Majalah ini dipimpin dan diasuh oleh kaum cerdik pandai yang hingga kini masih cukup dikenal.
Majalah yang tampak di blog adalah edisi No. 4/Tahun VII/Djanuari 1958. Harga: Rp. 3,-
Catatan:
Prof. Dr. Nicolaus Driyarkara SJ ini lahir di Kedunggubah, Kaligesing, Purworejo, 13 Juni 1913. Ia dikenal sebagai salah satu pemikir awal Indonesia. Selain sebagai pendidik menjadi dosen filsafat di berbagai tempat, seperti Seminari Tinggi Yogyakarta, UI, Universitas Hasanudin Makassar, dan Universitas St. Louis, Amerika Serikat, ia juga menjadi politisi (anggota MPRS wakil Golkar, 1962-1967 dan anggota DPA tahun 1965-1967)
Karya publik awal tulisannya tidak langsung filosofis, tapi berupa catatan ringan dalam bahasa Jawa yang dimuat majalah Praba, sebuah mingguan berbahasa Jawa yang terbit di Yogyakarta. Disusul kemudian dengan Warung Podjok dengan nama samaran Pak Nala.
Terbitnya majalah Basis tahun 1951 membuka peluang Driyarkara memperkenalkan ide-idenya ke masyarakat. Mulanya dengan nama Puruhita, kemudian dengan nama Driyarkara. Cara penyajiannya bergaya percakapan, setapak demi setapak membawa pembaca ke permenungan filosofis. Saat mengasuh Basis, Driyarkara diserahi tugas menjadi Dekan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Sanata Dharma, embrio IKIP Sanata Dharma. Pidato pertanggungjawabannya tentang kepentingan pendidikan guru memperoleh tanggapan luas, dan sejak saat itu (1955) selain dikenal sebagai filsuf juga seorang ahli pendidikan.
Lewat tulisan, pidato, ceramah, dan kuliah, Driyarkara memberikan pencerahan proses pencarian jati diri bangsa. Misalnya, ketika gerakan mahasiswa marak pada tahun 1966, dialah pembela pertama hak mahasiswa dan pelajar untuk demonstrasi. Di tengah keadaan kritis dan buntu-mentok, dia tampil dengan gagasan menerobos lewat pemberian makna.
Driyarkara tak pernah menulis buku dan tidak meninggalkan satu pun karya utuh komprehensif. Kalau mau disebut sebagai "buku", mungkin tulisan tentang filsafat Malebranche, disertasi untuk memperoleh gelar doktor ilmu filsafat dari Universitas Gregoriana, Roma, tahun 1952. Disertasi itu berupa manuskrip setebal 300 halaman ditulis dalam bahasa Latin klasik. Naskah asli disimpan di Roma, tetapi tahun 1954 terbit versi ringkasannya setebal 40 halaman. Selain disertasi, hampir semua karya Driyarkara berupa tulisan-tulisan pendek. Isinya komentar tentang persoalan-persoalan hangat pada zamannya. Tulisan terpanjang berupa pidato pengukuhan gelar guru besar luar biasa dalam ilmu filsafat pada Fakultas Psikologi UI tahun 1962.
Driyarkara meninggal di Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah, 11 Februari 1967 pada umur 53 tahun). Kemudian, dua tahun setelah itu, tepatnya, 2 Februari 1969, di sebuah ruang tamu di Susteran Theresia Jalan H Agus Salim, Jakarta, jejak perintisan Sekolah Tinggi Filsafat bernama Driyarkara dimulai. Proses pembidanan sebuah sekolah filsafat dilakukan bersama oleh rekan-rekan almarhum, yaitu Prof. Dr. Fuad Hassan, Prof. Dr. Slamet Iman Santosa yang mendambakan didirikannya sebuah institut filsafat di Indonesia yang terbuka untuk umum, berdiri sendiri, dan merupakan pusat yang mampu menarik dosen untuk lebih memantapkan usaha pengembangan filsafat di Jakarta.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar