Jumat, 26 Agustus 2011

Majalah Lama: "Intisari" Edisi Perdana





Penerbit: Jajasan Intisari. Alamat Redaksi: Pintu Besar Selatan No. 86 - 88, Djakarta-Kota. Direksi: Ir. J.M. Soewarto. Pemimpin Redaksi: Drs. Jakob Oetama.

Majalah ini terbit tepat pada 17 Agustus 1963, dan dimaksudkan juga sebagai hadiah ulang tahun Kemerdekaan Indonsia. Ukurannya sengaja dibuat kecil agar mudah dan enak dibawah ke mana-mana. Intisari ingin menemani pembacanya di kala senggang agar saat-saat menunggu, misalnya, tidak terlalu hampa (ini istilah dari penerbitnya).

Dalam pengantar redaksinya disebutkan, bahwa persahabatan sejati hanya terjalin antara manusia dengan manusia, yang saling bisa mengerti, bisa turut merasakan dan saling bersetia-kawan. Karena itu persoalan-persoalan sekitar manusia menjadi sajian utama majalah ini: manusia dalam segala jalinan perasaan, fikiran dan bidang kehidupannya.

Lalu, ditulis bahwa majalah ini hendak turut berusaha membentuk dan memperkaya manusia Pancasila Indonesia sesuai dengan penegasan "Tenslotte beslist de mens" -- Akhirnya manusia juga yang menentukan.

Isi edisi perdana ini memang cukup beragam. Ada profil tokoh, pengalaman hidup, lingkungan hidup, pariwisata, dan masih banyak lagi. Hingga saat ini, majalah yang didirikan oleh Jakob Oetama ini masih terus terbit dan mempunyai penggemarnya sendiri.

Majalah yang tampak di blog adalah Edisi No. 1/Perdana/Tahun I/17 Agustus 1963. Harga: Rp. 65,- (untuk Djakarta Raya) dan Rp. 65,- (untuk luar kota - sudah termasuk sumbangan Pembangunan Monumen Nasional).

Catatan:

Drs. Jacob Oetama, Pemimpin Redaksi Majalah Intisari, adalah juga salah satu pendiri Surat Kabar Kompas. Pernah lama menjadi Presiden Direktur Kelompok Kompas-Gramedia, Pembina Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia, dan Penasihat Konfederasi Wartawan ASEAN.

Karir jurnalistiknya dimulai ketika menjadi redaktur Mingguan Penabur tahun 1956 dan berlanjut dengan mendirikan majalah Intisari ini pada tahun 1963. Mungkin ia diilhami majalah Reader’s Digest dari Amerika. Dua tahun kemudian, 28 Juni 1965, bersama P.K. Ojong, ia mendirikan harian Kompas yang dikelolanya hingga kini. Tahun 80-an Kompas Gramedia Group mulai berkembang pesat, terutama dalam bidang komunikasi. Saat ini, Kompas Gramedia Group memiliki beberapa anak perusahaan yang bidang usahanya cukup bervariasi: media cetak, toko buku, percetakan, radio, hotel, lembaga pendidikan, event organizer, stasiun TV,hingga universitas.

Pada hari Selasa, 27 September 2011, Jakob Oetama genap berusia 80 tahun. Sebuah pencapaian usia panjang yang patut disyukuri, mengingat pada usia sepuluh windu ini ia masih tetap dalam kondisi sehat dengan pikiran yang tetap cemerlang. Tidak dapat dipungkiri, fisiknya memang semakin ringkih, tetapi tidak demikian dengan pikiran dan pandangannya selalu muda, segar dan mencerahkan. Saat Jakob berbicara di depan para karyawan Kompas Gramedia dalam berbagai kesempatan, khidmat selalu didapat. Bukan karena semata-mata penghormatan kepada sosok pendiri perusahaan yang mengakar ini, lebih karena tutur kata dan bicaranya selalu bernas, berisi, dan baru. Sepeninggal P.K. Ojong, ia meneruskan Harian Kompas sehingga mencapai puncak kejayaannya di bisnis harian cetak, hingga saat ini.

Ia memang orang yang merasakan benar pasang-surutnya Harian Kompas, khususnya setelah Kompas mengalami pemberangusan pada masa Soeharto berkuasa, tahun 1978. Pemberangusan Harian Kompas memberi pelajaran tersendiri, sekaligus konsekuensi kehati-hatian yang tinggi. Pihak luar menyebut sinis Kompas tengah mempraktikkan “jurnalisme kepiting”, jurnalisme yang menunggu kesempatan mencapit tetapi diam jika terkena hardikan. Rupanya, gaya yang menjadi sindirin pihak luar itulah yang terus dipraktikkan Jakob. Sebab baginya menyelamatkan ribuah karyawan dan keluarganya jauh lebih berarti daripada memenuhi selera gagah-gagahan, tetapi hanya sekali hidup setelah itu mati.

Pada usianya yang ke-80 tahun, Jakob Oetama tetap semangat bekerja karena falsafahnya; “bekerja adalah ibadah”, sebagai perluasan makna “Ora et Labora”. Jakob Oetama sendirilah yang menancapkan tonggak baru di lingkungan Kompas-Gramedia, bahwa Kompas tidak lagi sebuah “newspaper”, tetapi sudah mewujud menjadi “newsbrand”. Artinya, sebagaimana selalu ditekankan Jakob, konten Kompas tidak melulu hadir dalam bentuk print (cetak), tetapi juga dalam bentuk online, video, dan sejumlah aplikasi seperti iPad, PlayBook dan lain-lain.

N