Minggu, 24 Juli 2011

Majalah Lama: "Ilmu Marxis" Tahun 1964





Penerbit: Jajasan "Pembaruan". Alamat: Kramat V/7/Djakarta. Ketua Dewan Redaksi: D.N. Aidit. Anggota-anggota: Njoto; Ir. Sakirman; Ir. Thaher Thajeb; Drs. Piry; Prof. Bakri Siregar; Drs. H. Porkas; B.C. Sama (BA); Abd. Madjid SH. Sekretaris: B.C. Samah.

Motto: Majalah Ilmu Marxis dan Progresif Non-Marxis. Isinya adalah tulisan-tulisan mengenai Marxisme dan hal-hal lain yang berkaitan atau dikaitkan dengan Marxisme. Dalam edisi ini, misalnya, D.N. Aidit menulis dengan judul "Filsafat Kaum Komunis Bukan Filosofisch Meterialisme Feuerbach". Aidit juga membuat tulisan lain berjudul "Pokok-pokok Kesimpulan dari Riset Hubungan Agraria di Djawa". Kemudian "Drs. Ie Kheng Heng menulis soal "Ilmu Kimia dan Marxisme". Dan lain-lain.

Majalah yang tampak di blog adalah edisi No. 3/Tahun VIII/Triwilan Ketiga/1964.

Catatan:

Ketua Dewan Redaksi Majalah Ilmu Marxis, D.N. Aidit adalah Ketua Komite Sentral Partai Komunis Indonesia (CC-PKI). Ia dilahirkan dengan nama Achmad Aidit di Belitung, dan dipanggil “Amat” oleh orang-orang yang akrab dengannya. Di masa kecilnya, Aidit mendapatkan pendidikan Belanda. Ia belajar teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda (yang belakangan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia). Dalam aktivitas politiknya itu pula ia mulai berkenalan dengan orang-orang yang kelak memainkan peranan penting dalam politik Indonesia, seperti Adam Malik, Chaerul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Prof. Mohammad Yamin. Menurut sejumlah temannya, Hatta mulanya menaruh banyak harapan dan kepercayaan kepadanya, dan Aidit menjadi anak didik kesayangan Hatta. Namun belakangan mereka berseberangan jalan dari segi ideologi politiknya.

Meskipun ia seorang Marxis dan anggota Komunis Internasional (Komintern), Aidit menunjukkan dukungan terhadap paham Marhaenisme Sukarno dan membiarkan partainya berkembang. Ia berhasil menjadi Sekjen PKI, dan belakangan Ketua. Di bawah kepemimpinannya, PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia, setelah Uni Soviet dan RRC. Ia mengembangkan sejumlah program untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lekra, dan lain-lain.Pada 1965, PKI menjadi partai politik terbesar di Indonesia, dan menjadi semakin berani dalam memperlihatkan kecenderungannya terhadap kekuasaan. Pada tanggal 30 September 1965 terjadilah tragedi nasional yang dimulai di Jakarta dengan diculik dan dibunuhnya enam orang jenderal dan seorang perwira. Peristiwa ini dikenal sebagai Peristiwa G-30-S.

Pemerintah Orde Baru di bawah Jenderal Soeharto mengeluarkan versi resmi bahwa PKI-lah pelakunya, dan sebagai pimpinan partai, Aidit dituduh sebagai dalang peristiwa ini. Tuduhan ini tidak sempat terbukti, karena Aidit meninggal dalam pengejaran oleh militer ketika ia melarikan diri ke Yogyakarta dan dibunuh di sana oleh militer.

N

Tidak ada komentar: